Pentingnya Rasa Malu Dan PD Dalam Islam – Sahabat Muslimah, apabila anda melihat seseorang yang merasa tidak enak untuk melakukan suatu hal yang tidak seharusnya dilakukan, maka ketahuilah bahwa itu adalah tanda kebaikan.
Begitu juga apabila anda melihat orang yang tidak pernah merasa segan mengucapkan kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan, atau tidak merasa sungkan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan, maka ketahuilah tidak ada kebaikan pada orang yang seperti demikian.
Dalam kesempatan ini kita akan membahas tentang malu, mungkin Sahabat pernah dan sering mengalaminya. Apasih Malu itu? dan Bagaimana menyikapinya? untuk lebih jelasnya mari kita lihat ulasan berikut ini.
Pentingnya Rasa Malu Dan PD Dalam Islam
Pengertian Malu
Malu adalah salah satu sifat yang sangat terpuji yang dianjurkan dalam kehidupan sosial, malu adalah salah satu tanda kebersihan jiwa dan kesehatan rohani seseorang. Malu adalah sifat yang sangat sensitif, sifat yang mencerminkan keagungan, sifat yang mewariskan dibaliknya sifat-sifat terpuji yang lain dan melindunginya dari sifat-sifat tercela. Begitu juga sifat kebalikannya itu, sifat yang mencerminkan betapa tidak berperasaannya orang tersebut, dan yakinlah sifat tidak malu itu adalah sumber dari segala sifat tercela.
Islam menjadikan sifat malu sebagai “ummul akhlaq wal fadhilah”, sebagai sifat yang paling agung yang membedakan jati diri seorang muslim dengan orang lain. Mengenai hal ini, rasulullah bersabda:” Sesungguhnya dalam setiap agama itu ada akhlaq khusus yang membedakan dia dari yang lain, dan akhlak itu dalam islam adalah malu”. Sifat keras terlihat jelas dalam ajaran yahudi pada masa nabi Musa, sifat toleransi menjadi sifat utama yang diajarkan kepada umat Kristen oleh nabi Isa, dan sifat malu adalah akhlak utama yang di usung Agama Islam.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar Rasulullah SAW bersabda:Artinya: “Sesungguhnya rasa malu merupakan bagian dari iman.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda:Artinya: “Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.”
Manusia terdiri dari dua bagian, jasad dan hati yang menjadi motor bagi jasad itu. Hati akan membawa jasad itu kemana saja, dan jasad akan mengikuti hati kemanapun dia melangkah. Pada dasarnya rasa malu adalah fitrah(insting) yang diberikan Tuhan kepada setiap manusia, namun lingkungan dan kehidupan yang merubah mereka, ada yang terkikis rasa itu oleh waktu, dan ada juga yang setiap hari terus memupuk rasa itu sehingga jadilah dia manusia yang mulia di mata Tuhan dan manusia.
Imam Mawardy dalam “adab dunia wal din” mengatakan bahwa malu itu dibagi dalam 3 jenis:
1. Malu kepada Allah
Dalam hal ini diimplementasikan dengan mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangnnya.
2. Malu kepada sesama manusia
Dalam hal ini diimplementasikan dengan tidak saling menyakiti dan tidak melakukan hal-hal yang tidak tidak seharusnya dilakukan di depan manusia yang yang lain.
3. Malu kepada diri sendiri
Dalam hal ini diimplementasikan dengan selalu menjaga diri dari sifat-sifat tercela yang tidak kita lakukan karena malu dilihat orang, maka ketika tidak ada orang, lebih seharusnya kita malu karena di sana ada Allah dan para malikat.
Karena rasa malu itu adalah sifat yang telah ada sejak kita dilahirkan, maka kita ahrus memahami dengan benar arti dan teritorial rasa malu itu, kita bisa mengatakan, rasa malu itu diterapkan di dalam koridor hal-hal yang dilarang agama. Maka tidak ada malu dalam kebaikan, tidak ada malu untuk mengungkapkan kebenaran, tidak ada malu untuk menampilkan sifat terpuji dan tidak ada malu untuk menunjukkan jati diri sebagai seorang muslim.
Self-Confidence Atau Percaya Diri (PD)
Malu pada tempatnya akan membawa kita kepada kesuksesan dan kemuliaan, sedangkan malu yang tidak pada tempatnya akan menghambat kita untuk terus maju dan berkembang dalam prestasi-prestasi. Makanya kita dituntut untuk selalu bersyukur, karena dengan bersyukur akan menumbuhkan self-confidence (PD) dan sifat ini adalah salah satu kunci utama untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
Perlu diketahui, Malu biasanya timbul dari rasa tidak PD, dan rasa tidak PD itu tumbuh dari beberapa hal yang menghalangi kita untuk maju. Dan juga, PD berbeda jauh dengan “nggak tau diri”. Orang yang penuh kepercayaan diri adalah orang yang memiliki pertimbangan matang dan selalu melihat jauh ke depan, selalu membawa motto dalam setiap tindakannya “Look before you leap“, hal itu berbeda dengan “nggak tau diri”, sifat seperti ini tidak akan timbul kecuali dari orang yang ceroboh, dan kecerobohan adalah awal dari kehancuran.
Oleh karena itu kita bisa mengatakan, malu bukan berarti tidak percaya diri, tapi malu adalah sumber dari kepercayaan diri. Sedangkan tidak tahu malu adalah saudara kembar dari “nggak tau diri“, sifat yang tumbuh dari kesombongan dan peremehan terhadap orang lain, karena orang yang bersifat seperti ini tidak pernah segan-segan merusak kehormatan orang lain, karena dia tidak pernah tahu kehormatan diri sendiri.
Sayangnya, seringkali rasa percaya diri menjadi permasalahan bagi sebagian orang, tumbuhnya rasa minder adalah refleksi dari malu yang tidak pada tempatnya, dan itu adalah penghambat kemajuan. Bagaimana bisa melakukan sesuatu dengan baik kalau kita tidak yakin? Bahkan mengacungkan tangan untuk bertanya dalam sebuah pertemuan pun kadang-kadang kita tidak memiliki keberanian. Jadi bagaimana caranya menumbuhkan kepercayaan diri?
1. Kita harus menyadari bahwa Allah menciptakan kita benar-benar dengan pertimbangan dan perhitungan yang cermat.
Jangan pernah menyesali kanapa kita harus terlahir ke dunia ini, yakinlah kita diciptakan berbeda dengan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain, semua kita diberikan kebebasan untuk memilih kesuksesan atau kegagalan.
2. Belajarlah mensyukuri nikmat yang Allah berikan
Alhamdulilah kita diciptakan dengan beberapa kelebihan yaitu kepala bisa berfikir, mata bisa melihat, telinga bisa mendengar, mulut bisa berbicara dan hati masih memiliki Iman. Kalau tidak bisa mendengar alhamdulillah bisa membaca, kalau tuna netra, alhamdulillah telinga masih bisa mendengar, begitulah seterusnya. Jadi carilah setiap nikmat Allah yang bisa kita syukuri, dari pada memikirkan yang tidak ada, lebih baik memikirkan potensi yang ada.
3. Bacalah potensi diri
Segera lacak, gali dan eksploitasi sekecil apapun potensi sukses yang kita miliki. Karena kalau bukan kita yang mencari siapa lagi yang tau sebatas apa potensi kita.
4. Paculah diri untuk terus belajar dari orang-orang yang sukses
Sebagai contoh dengan membaca biografi mereka. Makin banyak input, tentang bagaimana orang bisa bangkit dari keterpurukan sehingga akan semakin membakar semangat kita. Misalnya tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW. diboikot dan diusir dari tanah kelahirannya. Tapi Beliau bisa bangkit mendirikan sebuah Negara besar, dan beliau juga yatim piatu sejak kecil, tapi itu tidak menghalangi beliau untuk menjadi pengusaha sukses.
5. Mulailah berani untuk berbuat dan menanggung resiko
Lakukan sekarang juga dengan keberanian yang telah kita miliki. Karena setiap kali kita bertambah pengalaman, maka insyaAllah akan menambah kepercayaan diri.
6. Bertawakal
Setelah perhitungan kita matang, selanjutnya kepercayaan diri akan bertambah dengan memperkokoh ibadah dan doa. Semakin kokoh sholat kita, doa kita dan semua ibadah kita, maka itu akan mengundang pertolongan Allah, tawakkal kita kepada Allah adalah salah satu sumber motivasi terbesar untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam setiap tindakan.
Sahabat Muslimah, sikap terbaik tentu saja adalah seseorang harus memiliki rasa malu terhadap orang lain sekaligus memiliki perasaan bersalah dalam diri sendiri dalam arti positif. Seperti halnya yang terjadi pada diri Rasulullah SAW. sehingga beliau sebagaimana dikisahkan dalam kitab Al-Barzanji disebut “syadidal haya‘”.
Sebutan syadidal haya’ secara harfiah kebahasaan berarti “sangat pemalu”. Secara konseptual psikologis sebutan itu berarti memiliki “rasa malu kepada orang lain sekaligus rasa bersalah dalam diri sendiri” karena kuatnya iman kepada Allah SWT. Dari perspektif tasawuf, Rasulullah SAW pastilah ma’rifah billah sehingga selalu melihat Allah dimanapun berada. Jadi dalam hal ini, “syadidal haya‘” bisa berarti tidak saja memiliki rasa malu kepada manusia, tetapi terlebih kepada Allah SWT.
Demikian pembahasan tentang Pentingnya Rasa Malu Dan PD Dalam Islam, semoga dapat bermanfaat dan memberikan motivasi hidup untuk kita semua. Terimakasih.