Apakah Bersentuhan Antara Suami Istri Membatalkan Wudhu? – Sahabat muslimah, kita pastinya seringkali menemui persoalan tentang menyentuh suami atau istri apakah membatalkan wudhu atau tidak, sebenarnya hal ini sudah menjadi persoalan sejak dahulu yang selalu diperselisihkan oleh masyarakat.
Kita harus belajar dan mencari tahu ilmunya, bertanyalah kepada ahli fiqh. Jangan saling menyalahkan dan merasa diri paling benar. Si A mah nyentuh suaminya batal, si B mah ga batal nyentuh suaminya, dan begitu seterusnya, saling menyalahkan.
Nah kali ini kita akan membahasnya, semoga bisa menambah pengetahuan untuk kita semua.
Apakah Bersentuhan Antara Suami Istri Membatalkan Wudhu?
Mengenai persoalan menyentuh antara suami istri ini apakah membatalkan wudhu atau tidak, sudah sering kali membuat kebingungan orang Muslim yang awam dengan ilmu. Banyak orang yang cukup hanya tahu satu dalil kemudian merasa cukup, atau ikut-ikutan, mau yang enaknya saja.
Kita ini punya 4 madzhab, dan semua para imam madzahibul arba’ah itu bukan sembarangan orang, bukan orang bodoh. Kita mengikuti siapa? maka ikutilah semuanya.
Yang sering kita temukan, banyak orang plin plan, sana sini, diambil yang enaknya saja. Pahami dan belajarlah. Jadi, untuk permasalahan batal wudhu atau tidak jika bersentuhan lawan jenis termasuk suami istri itu ada 4 pendapat. Nah disini kita akan membahas tentang hukumnya dari berbagai pendapat madzahibul arba’ah.
Apakah Bersentuhan Suami Istri Membatalkan Wudhu?
Dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6 Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”
Ayat yang dimaksud menyebutkan wudhu bagi orang yang berdiri hendak mengerjakan shalat. Maksud yang lebih dominan adalah orang yang berdiri (baca: bangun) dari tidur terlentang. Allah juga menyebutkan bersuci dari janabah.
Kemudian setelah menyebutkan bersuci dari janabah, Allah berfirman, “Dan jika kamu junub, maka mandilah; dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air (toilet/kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah“.
Hal tersebut juga dijelaskan dalam surat an-Nisa ayat 43:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Artinya: “Hai orang yang beriman, janganlah kamu shalat pada saat kamu sedang mabuk, sampai kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula dalam keadaan junub, kecuali lalu saja di masjid dibolehkan, hingga kamu mandi lebih dahulu. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan, atau dating dari kakus (toilet) atau menyentuh kamu akan perempuan. Kemudian kamu tidak mendapat air (untuk berwudhu’), maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang bersih, maka sapulah muka dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun“.
Kata أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ Artinya: “atau kalian menyentuh perempuan.”
Tidak batal wudhu seorang laki-laki yang bersentuhan kulit dengan sesama laki-laki atau seorang perempuan dengan sesama perempuan. Juga tidak membatalkan wudhu persentuhan kulit seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang menjadi mahromnya.
Wudhu juga tidak menjadi batal bila seorang-laki-laki bersentuhan dengan seorang perempuan namun ada penghalang seperti kain sehingga kulit keduanya tidak bersentuhan secara langsung.
Begitu juga tidak batal wudhunya bila seorang laki-laki yang sudah baligh bersentuhan kulit dengan seorang perempuan yang masih kecil atau sebaliknya. Adapun ukuran seseorang itu masih kecil atau sudah baligh tidak ditentukan oleh umur namun berdasarkan sudah ada atau tidaknya syahwat secara kebiasaan bagi orang yang normal.
Ada satu pertanyaan yang sering timbul di masyarakat tentang batal atau tidaknya wudhu antara suami istri yang bersentuhan kulit.
Pertanyaan tersebut dapat dijawab bahwa wudhu pasangan suami istri tersebut menjadi batal dikarenakan pasangan suami istri bukanlah mahram. Mengapa demikian? Bahwa seorang perempuan disebut sebagai mahramnya seorang laki-laki adalah jika perempuan tersebut tidak diperbolehkan dinikahi oleh sang laki-laki.
Sebaliknya seorang perempuan disebut bukan mahramnya seorang laki-laki bila ia boleh dinikahi oleh laki-laki tersebut. Sepasang suami istri adalah jelas dua orang berbeda jenis kelamin yang boleh menikah.
Karena keduanya diperbolehkan menikah maka sang istri bukanlah mahram bagi sang suami. Karena bukan mahram maka saat keduanya saling bersentuhan kulit tanpa penutup maka batallah wudhu mereka. Demikian.
Kesimpulan Pendapat dari para Imam madzhab
Kesimpulan tentang batal wudhu karena bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan keduanya sudah baligh:
Madzhab Syafi’i: Bersentuhan kulit dengan yang bukan mahrim (termasuk suami istri) membatalkan wudhu secara mutlak.
Madzhab Hanafi: Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu secara mutlak, dengan syahwat maupun tidak.
Madzhab Hambali: Batal jika diiringi dengan syahwat, dan tidak batal jika tanpa syahwat. Siapapun baik, muhrim maupun bukan, tua atau muda.
Madzhab Maliki: Batal jika bersentuhan dengan adanya niat menikmati dan tidak batal jika tidak ada niat untuk menikmati. (Ini bedanya dari segi niat, jika berniat untuk mendapat kenikmatan, batal, jika tidak ada niat tidak batal).
Di Negara kita, masyarakat Muslimnya mayoritas bermadzhab Syafi’i, yakni menyentuh pasangan atau yang bukan muhrim tanpa penutup kecuali kuku, gigi dan rambut maka membatalkan wudhu dengan catatan keduanya sudah baligh.
Hal penting yang mesti kita pahami bersama dalam soal ini adalah jangan asal ambil pendapat karena ingin mengambil yang mudah-mudah saja karena hal itu tidak diperbolehkan.
Itulah jawaban dari “Apakah Bersentuhan Antara Suami Istri Membatalkan Wudhu?” Untuk kita yang bermadzhab Syafi’i batal. Penjelasan dari masing-masing madzhab sangat panjang, itu hanya ringkasan singkat semoga bermanfaat. Jika ingin memahami lebih dalam silakan tanyakan pada ahlinya, yang lebih hukum.