Rajin Bersedekah, Lupa Nafkah Keluarga

Rajin Bersedekah, Lupa Nafkah Keluarga – Mungkin jarang terdengar orang yang rajin dan gemar bersedekah namun pada kenyataannya ia masih mengabaikan kewajibannya untuk menafkahi keluarga. Yaa mungkin karena faktor tertentu seseorang bisa melakukan hal ini. Bisa karena gengsi, tidak tau prioritas atau menyepelekan sesuatu yang wajib.

Sahabat muslimah, dalam mengeluarkan dan membelanjakan harta perlu adanya prioritas. Mana yang harus didahulukan, tidak semuanya digunakan untuk sedekah. Ada nafkah yang wajib didahulukan dan harus dipenuhi.

Dari Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw bersabda:

Artinya: “Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugrahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al-Qur’an dan As-Sunnah), lalu ia menunaikan dan mengajarkannya“. (HR. Bukhari dan Muslim)

Rajin Bersedekah, Lupa Nafkah Keluarga

Hadits diatas dijelaskan oleh Ibnu Bathol rahimahullah, bahwa pengeluaran harta dalam kebaikan itu terbagi menjadi tiga, yaitu:

  1. Pengeluaran untuk kepentingan pribadi, keluarga dan orang yang wajib dinafkahi sesuai dengan kebutuhannya dan bersikap sederhana, tidak bakhil dan boros. Nafkah untuk keluarga seperti ini lebih utama dari sedekah biasa dan bentuk pengeluaran harta lainnya. Rasulullah saw. bersabda:
    Artinya: “Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih keperluan dan mulailah dari orang yang kamu tanggung“. (HR. Bukhari)
    Artinya sedekahlah setelah kebutuhan wajib terpenuhi. Jika memang belum bisa bersedekah dengan sebagian harta, kita juga bisa bersedekah dengan bentuk lainnya.
  2. Penunaian zakat dan hak Allah. Ada sebagaian ulama yang menyatakan bahwa siapa saja yang menunaikan zakat, maka telah terlepas darinya sifat bakhil atau pelit. Zakat merupakan suatu kewajiban dan harus dipenuhi untuk membersihkan harta yang dimiliki.
  3. Sedekah tathowwu’ (sunnah) seperti nafkah untuk menyambung hubungan dengan kerabat yang jauh dan teman dekat, termasuk pula memberi makan pada mereka yang sedang kelaparan. Artinya sedekah yang diberikan untuk menjamu kerabat, teman atau tamu yang berkunjung ke rumah dengan menghidangkan makanan atau minuman. Juga memberi yang disunnahkan kepada orang yang sangat membutuhkan, seperti ada yang sedang kelaparan.

Kemudian Ibnu Bathol menjelaskan “Barangsiapa yang menyalurkan harta untuk ketiga jalan di atas, maka ia berarti tidak menyia-nyiakan harta dan telah menyalurkannya tepat sasaran, juga boleh orang seperti ini didengki (bersaing dengannya dalam hal kebaikan)“. (Lihat Syarh Bukhari, Ibnu Bathol, 5: 454, Asy-Syamilah).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah menjelaskan, “Sebagian orang tatkala bersedekah untuk fakir miskin atau yang lainnya maka mereka merasa bahwa mereka telah mengamalkan amalan yang mulia dan menganggap sedekah yang mereka keluarkan itu sangat berarti. Adapun tatkala mengeluarkan harta mereka untuk memberi nafkah kepada keluarganya maka seakan-akan perbuatan mereka itu kurang berarti, padahal memberi nafkah kepada keluarga hukumnya wajib dan bersedekah kepada fakir miskin hukumnya sunnah. Dan Allah lebih mencintai amalan wajib daripada amalan sunnah.” (Sebagaimana penjelasan beliau dalam Riyadhus Shalihin).

Sahabat muslimah, memberi sebagian harta untuk orang lain bukanlah sesuatu yang salah besar, namun dahulukanlah kewajiban yang harus dipenuhi. Karena tak jarang kita temukan, dalam sebuah keluarga, anak istri jarang diperhatikan kebutuhannya, sementara yang wajib menafkahinya senang memberikan hartanya pada orang lain yang menurutnya itu lebih baik. Semoga senantiasa kita selalu berada dalam lindungan Allah, dilimpahkan taufik dan hidayah-Nya. Aamiin.

Sumber: Rumaysho.com