√ Pengertian Keimanan Menurut Beberapa Para Ulama

Pengertian Keimanan Menurut Beberapa Para Ulama – Sahabat Muslimah, iman merupakan modal dasar paling berharga bagi seorang mukmin agar selamat di dunia dan akhirat. Sehingga perlunya untuk mengetahui akan iman tersebut.

Nah Sahabat, apa yang dimaksud iman? Dan pembagiannya? Untuk lebih jelasnya simak penjelasan Catatan Muslimah berikut ini.

Pengertian Keimanan Menurut Beberapa Para Ulama

Rukun iman yang harus diyakini oleh seorang mukmin ada enam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh Malaikat Jibril ‘alaihis salam tentang iman, beliau shallallahu wa sallam bersabda:

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Artinya : “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari akhir dan engkau beriman terhadap taqdir (ketetapan) Allah, baik (ketetapan) yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim)

Inilah pondasi yang sangat mendasar dalam Islam, yang keenam hal tersebut disebut dengan “rukun iman”, pondasi yang harus dibenahi sebelum kita membenahi perkara-perkara lainnya dari kehidupan ini.

Pengertian Iman

Di dalam keterangan Kitab Kasyifatus Saja, syarah Kitab Safînatun Naja, Syekh Nawawi Al-Bantani menyebutkan ada beberapa tingkatan iman kepada Allah. Namun, ada baiknya jika kita terlebih dahulu melihat pengertian iman itu sendiri, menurut beberapa ulama.

Menurut Al-Jurjani

Menurut Al-Jurjani (wafat pada 816 H) dalam At-Takrifat, secara bahasa, iman adalah membenarkan dengan hati. Sementara menurut syariat, iman adalah meyakini dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan.

Pengertian Keimanan Menurut Beberapa Para Ulama

Menurut Ibnu Hazm

Definisi itu sejalan dengan yang dikemukakan Ibnu Hazm Al-Andalusi Al-Qurthubi (wafat pada 456 H) dalam Al-Fashlu fil Milal. Hanya saja, menurut Ibnu Hazm, keyakinan hati dan pengakuan lisan itu harus berlangsung secara bersamaan.

Ia menambahkan, amal perbuatan tidak termasuk ke dalam unsur definisi iman, sebagaimana yang dikemukakan para ulama lain, karena amal perbuatan adalah konsekuensi dari iman itu sendiri.

Karena itu, berdasarkan definisi di atas, Al-Jurjani mengatakan bahwa:

  • Orang yang bersaksi (berikrar) dan meyakini, tetapi tidak beramal, maka dia adalah fasik.
  • Sementara orang yang bersaksi dan beramal, tetapi tidak meyakini, maka dia adalah munafik.
  • Orang yang tidak bersaksi, meskipun meyakini dan beramal, tetaplah dia orang yang kufur.

Ada pula yang berpendapat bahwa iman adalah pembenaran yang pasti terhadap perkara yang sesuai dengan realita berdasarkan dalil-dalil yang kuat, baik dalil aqli maupun dalil naqli.

“Pembenaran pasti” maksudnya tidak ada keraguan sedikit pun terhadap perkara yang diimani. Kemudian “sesuai dengan realitas” maksudnya tidak dapat dibenarkan keimanan kepada perkara yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, seperti beriman bahwa malaikat adalah anak Allah, sebab faktanya tidaklah demikian. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.

Adapun “berdasarkan dalil” artinya keimanan harus dibangun di atas dalil, bukti, dan argumen yang kuat.

Pembagian Iman

Setelah memberikan pengertian, Al-Jurjani kemudian membagi iman menjadi lima macam, antara lain:

  1. Iman mathbu‘, yakni iman para malaikat.
  2. Iman ma‘shum, yakni iman para nabi.
  3. Iman maqbul, yakni iman orang-orang mukmin.
  4. Iman mauquf, yakni iman orang-orang bid‘ah.
  5. Iman mardud, yakni iman orang-orang munafik.

Semoga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang memiliki keimanan yang kuat, diberikan hidayah dan diberi kemampuan untuk mempertahankannya hingga sampai nafas terakhir.

Demikian penjelasan singkat tentang Pengertian Keimanan Menurut Beberapa Para Ulama. semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan Anda. Terima kasih.