Status Hukum Pernikahan dan Perwalian Orang Murtad

Status Hukum Pernikahan dan Perwalian Orang MurtadPernikahan dan perwalian adalah dua hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Setiap orang memiliki hak untuk menikah dan memiliki anak, dan juga membutuhkan seseorang yang bertanggung jawab atas kehidupannya jika ia belum dewasa.

Namun, status hukum pernikahan dan perwalian sering kali menjadi kompleks ketika berkaitan dengan agama. Apa status hukum pernikahan dan perwalian bagi orang murtad? Artikel ini akan membahas topik tersebut.

Status Hukum Pernikahan dan Perwalian Orang Murtad

Pernikahan dalam Agama Islam

Pernikahan sebagai ibadah dalam Islam

Pernikahan dalam Islam bukan hanya sekadar perkara sosial, tetapi juga merupakan ibadah. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang mengutamakan keharmonisan dalam berkeluarga. Dalam Islam, pernikahan dianggap sebagai perjanjian yang dilakukan oleh dua belah pihak yang saling mencintai, menghormati, dan memberikan hak serta kewajiban satu sama lain.

Syarat sahnya pernikahan dalam Islam

Dalam Islam, pernikahan hanya sah jika memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut antara lain:

  • Wali nikah: Pernikahan harus dipersyaratkan dengan adanya wali nikah dari pihak perempuan.
  • Ijab kabul: Ijab kabul adalah pengucapan kata-kata yang menjadi tanda kesepakatan kedua belah pihak untuk menikah.
  • Mahar: Mahar adalah harta yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai tanda keseriusan.

Konsekuensi hukum pernikahan dalam Islam

Setelah sah secara agama, pernikahan juga memiliki konsekuensi hukum dalam Islam. Konsekuensi tersebut diantaranya:

  • Hak dan kewajiban suami istri: Dalam pernikahan, suami istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan ajaran Islam.
  • Hak waris: Anak yang lahir dari pernikahan sah memiliki hak waris sesuai dengan ketentuan Islam.
  • Hukum perceraian: Dalam Islam, terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perceraian jika terjadi masalah dalam pernikahan.

Perwalian Orang Murtad dalam Agama Islam

Apa itu murtad?

Murtad adalah orang yang keluar dari agama Islam dan memilih untuk mengikuti agama lain atau tidak beragama sama sekali. Menurut ajaran Islam, murtad dianggap sebagai perbuatan dosa yang sangat besar dan mendapat hukuman yang tegas.

Konsekuensi hukum murtad dalam Islam

Murtad dianggap sebagai perbuatan dosa dalam Islam dan diancam dengan hukuman yang tegas, bahkan hingga hukuman mati. Namun, penegakan hukum terhadap murtad tidak selalu dilakukan di seluruh negara-negara Islam.

Bagaimana status hukum perwalian orang murtad dalam Islam?

Dalam Islam, perwalian adalah tanggung jawab seorang wali dalam menjaga kepentingan dan kesejahteraan orang yang belum dewasa atau orang yang tidak mampu secara fisik dan mental. Namun, jika seseorang murtad, maka status perwaliannya menjadi batal.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), pasal 327 ayat (1) menyatakan bahwa “perwalian gugur karena wali menjadi kafir, murtad, atau murtadkan anak yang dipewalinya”.

Dengan demikian, jika seseorang yang awalnya menjadi perwali kemudian murtad, maka perwaliannya menjadi batal. Hal ini juga berlaku jika seorang wali yang semula beragama Islam kemudian memilih untuk mengikuti agama lain atau tidak beragama sama sekali.

Konsekuensi hukum perwalian orang murtad dalam Islam

Jika seseorang yang menjadi perwali murtad, maka tanggung jawab perwalian tersebut tidak sah lagi. Dalam hal ini, orang yang dipewalinya harus dicarikan wali baru yang dapat menjaga kepentingan dan kesejahteraannya.

Namun, dalam prakteknya, pengaturan tentang perwalian orang murtad masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Beberapa ulama berpendapat bahwa perwalian masih tetap sah meskipun wali yang bersangkutan murtad, namun beberapa ulama lainnya berpendapat bahwa perwalian menjadi batal dan harus dicari wali baru yang sah.

Perlindungan hukum bagi orang murtad

Seseorang yang murtad harus dijamin hak-haknya dalam hal perlindungan hukum dan kebebasan beragama. Meskipun dianggap sebagai dosa dalam agama Islam, tidak boleh ada tindakan kekerasan atau diskriminasi terhadap seseorang yang murtad.

Namun, kenyataannya masih terdapat banyak kasus di mana orang yang murtad mengalami tekanan dan diskriminasi dari masyarakat atau pihak berwenang. Oleh karena itu, perlindungan hukum bagi orang murtad perlu ditingkatkan untuk mencegah tindakan diskriminatif dan melindungi hak-hak mereka sebagai warga negara.

Sebagai Contoh Pernikahan dan Perwalian Orang Murtad

Sepasang muda-mudi didampingi seorang laki-laki paruh baya datang ke KUA sebagai calon pengantin yang tak lama lagi akan melakukan ijab qabul pernikahan. Ketiganya datang ke KUA dalam rangka proses pemeriksaan data oleh penghulu. Pada mulanya dari data yang ada sang penghulu tak mendapatkan masalah.

Namun saat melihat surat pernikahan orang tua calon pengantin perempuan sang penghulu mulai menaruh curiga. Pasalnya surat pernikahan itu dikeluarkan oleh kantor catatan sipil yang berarti kedua orang tua calon pengantin perempuan menikah tidak dengan tata cara Islam.

Maka sang penghulu mulai menelusuri perihal perkawinan dan agama kedua orang tua dari calon pengantin perempuan. Dari penelusuran itu didapatkan satu simpulan riwayat yang menyebutkan bahwa bapak dari calon pengantin perempuan dahulunya seorang muslim yang keluar dari agamanya atau murtad. Kemudian ia menikah dengan seorang perempuan nonmuslim.

Dari pernikahan ini keduanya dikarunia beberapa orang anak laki-laki dan perempuan. Di tengah kehidupan pernikahan dan rumah tangganya ini sang bapak yang dahulu murtad kembali memeluk agama Islam. Sedangkan sang ibu masih tetap pada agamanya, nonmuslim. Kini anak perempuan pasangan itu yang beragama Islam hendak melakukan pernikahan.

Sang bapak berkehendak untuk menjadi wali bagi anak perempuannya. Namun kehendak ini ditolak oleh penghulu. Mengapa penghulu menolak sang bapak untuk menjadi wali, bukankah ia telah kembali menjadi seorang muslim?

Atas permasalahan dan pertanyaan ini para ulama di dalam berbagai kitab fiqih menjelaskan duduk perkaranya. Bila seorang muslim murtad sebelum menikah kemudian ia melakukan pernikahan, maka pernikahannya itu batal, tidak sah. Ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaytiyyah:

اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا ارْتَدَّ ثُمَّ تَزَوَّجَ فَلا يَصِحُّ زَوَاجُهُ ؛ لأَنَّهُ لا مِلَّةَ لَهُ ، فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَتَزَوَّجَ مُسْلِمَةً  وَلا كَافِرَةً وَلا مُرْتَدَّةً

Artinya, “Para pakar fikih sepakat bahwa seorang laki-laki muslim yang murtad kemudian menikah maka pernikahannya itu tidak sah, karena ia tak memiliki agama. Maka ia tidak bisa mengawini seorang perempuan muslim, perempuan kafir, atau perempuan murtad.” (Kementerian Wakaf dan Urusan Agama, Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah. [Kuwait: Kementerian Wakaf dan Urusan Agama, 1983 M]). Lebih jauh Imam Syafi’i di dalam Kitab Al-Umm menyampaikan secara lebih rinci:

وَإِذَا ارْتَدَّ الْمُسْلِمُ فَنَكَحَ مُسْلِمَةً أَوْ مُرْتَدَّةً أَوْ مُشْرِكَةً أَوْ وَثَنِيَّةً فَالنِّكَاحُ بَاطِلٌ أَسْلَمَا أَوْ أَحَدُهُمَا أَوْ لَمْ يُسْلِمَا وَلَا أَحَدُهُمَا

Artinya: “Apabila seorang muslim murtad kemudian ia menikah dengan seorang perempuan muslim, perempuan murtad, perempuan musyrik, atau perempuan watsaniyah maka nikahnya batal, baik keduanya masuk Islam (setelah menikah) atau salah satunya masuk Islam, atau keduanya tidak masuk Islam, atau salah satunya tidak masuk Islam.” (Muhammad bin Idris As-Syafi’i, Al-Umm [Beirut: Darul Fikr, 2009]).

Dari apa yang disampaikan Imam Syafi’i di atas sangat jelas bahwa pernikahan yang dilakukan oleh seorang yang murtad tidak dianggap sah oleh Islam. Ini berlaku bagi pernikahan sang murtad dengan perempuan yang menganut agama apapun, bahkan dengan perempuan yang juga murtad.

Ketidakabsahan pernikahan itu terus berlanjut meskipun salah satu atau kedua pasangan itu kembali memeluk agama Islam. Bila demikian adanya lalu bagaimana dengan hukum perwalian orang yang murtad? Bila ia kembali memeluk agama Islam sebagaimana kasus di atas bisa kah ia menjadi wali bagi anak perempuan dari hasil perkawinannya? Menjawab pertanyaan ini Imam Syafi’i lebih lanjut menegaskan:

وَلَا يَكُونُ لِلْمُرْتَدِّ أَنْ يُزَوِّجَ ابْنَتَهُ وَلَا أَمَتَهُ وَلَا امْرَأَةً هُوَ وَلِيُّهَا مُسْلِمَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَلَا مُسْلِمًا وَلَا مُشْرِكًا وَإِذَا أَنْكَحَ فَإِنْكَاحُهُ بَاطِلٌ

Artinya: “Seorang yang murtad tidak berhak untuk menikahkan anak perempuannya, budak perempuannya, dan perempuan yang ia menjadi walinya, baik perempuan itu seorang muslimah atau musyrik, baik perempuan itu bukan seorang muslimah atau musyrik. Apabila ia telah menikahkan maka pernikahannya itu batal.”

Tidak adanya hak untuk menikahkan anak perempuannya atau perempuan lain yang berada di bawah perwaliannya menunjukkan bahwa seorang yang murtad tidak bisa menjadi wali nikah bagi siapapun. Ini bisa dimaklumi mengingat salah satu syarat menjadi wali nikah adalah harus beragama Islam.

Kalaupun orang yang murtad itu kembali memeluk agama Islam sebagaimana kasus di atas ia tetap tidak bisa menjadi wali bagi anak perempuannya, mengingat pernikahannya tidak dianggap sah sehingga anak perempuannya juga dianggap lahir di dalam pernikahan yang tidak sah dan karenanya tidak bernasab kepada sang ayah.

Karena tidak ada hubungan nasab ini lah maka sang ayah tidak bisa menjadi wali dalam pernikahan anak perempuan tersebut. Wallâhu a’lam.

FAQ

  1. Apa itu murtad?
  • Murtad adalah orang yang keluar dari agama Islam dan memilih untuk mengikuti agama lain atau tidak beragama sama sekali.
  1. Apa konsekuensi hukum murtad dalam Islam?
  • Murtad dianggap sebagai perbuatan dosa dalam Islam dan diancam dengan hukuman yang tegas, bahkan hingga hukuman mati.
  1. Apakah perwalian masih sah jika wali yang bersangkutan murtad?
  • Pengaturan tentang perwalian orang murtad masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Beberapa ulama berpendapat bahwa perwalian masih tetap sah meskipun wali yang bersangkutan murtad, namun beberapa ulama lainnya berpendapat bahwa perwalian menjadi batal dan harus dicari wali baru yang sah.
  1. Bagaimana perlindungan hukum bagi orang murtad?
  • Seseorang yang murtad harus dijamin hak-haknya dalam hal perlindungan hukum dan kebebasan beragama. Meskipun dianggap sebagai dosa dalam agama Islam, tidak boleh ada tindakan kekerasan atau diskriminasi terhadap seseorang yang murtad.
  1. Apa yang harus dilakukan jika perwali murtad?
  • Jika perwali murtad, maka tanggung jawab perwalian tersebut tidak sah lagi. Orang yang dipewalinya harus dicarikan wali baru yang dapat menjaga kepentingan dan kesejahteraannya.